ARMANSA AKUSTIK

Armansa singkatan dari Arek MAN 1 Kota Mojokerto. Grup akustik ini beranggotakan anak-anak OSIS yang senang genjrang-genjreng. Pembina aktifnya Zainul Mujtahidin, S.Pd. (Pak Didin). jadwal tampil mereka lumayan sering karena managernya Pak Solikin. Saya gak tahu bener managernya atau ndak, tapi yang jelas beliau getol memajukan Armansa ini.

Mungkin bisa dibilang yang saya muat ini adalah Armansa angkatan I. Mereka sekarang sudah kelas 12. Vokalisnya Siti Fitroh Hasanah. Pemain lainnya yang saya ingat namanya Yogik, Agung dan yang lainnya lupa. Sorry choy.... tolong email saya nama lengkapnya supaya bisa saya edit.

Kalau mau memakai jasa mereka hubungi Pak Didin atau Pak Solikin.

 

Pernikahan Mas Fendi


Akhirnya salah satu keluarga besar MANSA KOTA melepaskan masa lajangnya lagi. Setelah Mas Arina (eh...Pak Arina sekarang) disusul Mas Pendik (eh... bisa dipanggil Pak Pendik sekarang). Akad nikah dilaksanakan di Dusun Ketidur Desa Pesanggrahan Kecamatan Kutorejo Mojokerto pada hari Jumat (10/7) jam 19.00 WIB. Moch. Effendi, S.E. (nama kerennya mas Pendik) menikah dengan Ika Nur Faiza, A.M.K. Saya hafal ini karena sambil baca undangannya. Ya jam 00.15 gak bisa tidur buat ngeblog.

Saya beserta keluarga besar MANSA KOTA diundang waktu unduh mantu di rumah mas Pendik jalan Raden Wijaya No. 45 Kota Mojokerto, sebelah timur swalayan Bentar. Di undangannya tertulis jam 9.30 WIB. Tapi ya molor juga. Mantennya datang sekitar jam 10.30 an. Kata yang mengantar nunggu rambut mantennya kering. Saya gak tahu seberapa basah rambutnya sampai nunggu berjam-jam. Tapi saya gak masalah. Wong saya juga datang telat, sekitar lima menit sebelum manten datang.

Setelah manten datang dan beberapa sambutan. Oh ya, yang pidato ada yang mirip pak Tihin (almarhum) kata bu Nisa, S.Pd. Heh..heh... memang mirip banget. Cuman lebih tinggi, lebih gondrong, lebih kayak kyai daripada fotografer. Pokoke yang lebih-lebih dihilangi jadi mirip deh. Pak Solikin saya kasih tahu ketawa-ketiwi. Heh..heh.....

Acara terus dilanjutkan makan dan dihibur oleh Armansa Akustik. Grup band (bisa dibilang band ya?) ini beranggotakan anak OSIS (sekarang kelas 12). Vokalisnya tidak lain artis MANSA KOTA yaitu Siti Fitroh Hasanah. Saya ingat betul anak ini, wong saya ajar sejak kelas 10.

Oh ya, saya doakan untuk Mas Pendik beserta istri tercinta: Barokallohu laka wa baroka 'alaika wa jama'a bainakuma fi khoir.

Masalahnya saya waktu ketemu dia lupa membacakan doa ini.

 

Going to Bali

Setelah Sabtu (20/6) MANSA KOTA mengadakan acara haflah akhirussannah pada hari Kamis tanggal (25/6) mengadakan acara rekreasi ke Bali. Tak terasa hari untuk ke Bali tiba juga. Saya, Pak Dedi dan Bu Milda masih diajak untuk ikut. Sungguh penghargaan untuk ke sekian kalinya. Akan tetapi sangat disayangkan pada hari H beberapa guru tidak dapat ikut. Bu Milda tidak mendapatkan ijin dari kepsek barunya. Bu Fatimah dan Pak Arie ada keperluan keluarga.

Keluarga besar MANSA KOTA berangkat ke Bali dengan dua bus Mojorejo dengan travel NUANSA TOUR. Perjalanan ke Bali ditempuh selama sekitar 12 jam perjalanan. Untuk mengawali perjalanan satu hal yang harus saya ingat, yaitu jamu pesanan Abah Rofik. Saya persiapkan 5 bungkus yang langsung minum dan 5 bungkus serbuk untuk diminum di Bali. Alhamdulillah beliau lumayan sehat untuk perjalanan. Sampai di hotel Mahajaya sekitar pukul 11.00 WIB. Cuapek banget.

Keesokan harinya, Jumat (26/6), kami berangkat ke Tanjung Benoa untuk melihat penyu di pulau Penyu. Satu orang dewasa dihargai Rp 40 ribu, anak-anak di atas 5 tahun Rp 20 ribu, dan yang di bawah 5 tahun gratis. Dari sana kami shalat Jumat di Masjid Ibnu Batutah. Di kompleks Puja Mandala ini ada Masjid, Gereja, Pura dan Wihara. Sungguh sulit saya bayangkan untuk berdakwah tauhid di masjid ini. Bagaimana bisa menyatakan bahwa Tuhan yang berhak disembah hanyalah Allah, sedangkan di sampingnya ada tempat untuk menyembah Isa, Dewa Wisnu, Brahma dan Syiwa, dan menyembah Sidharta Gautama. Pusing kan?

Setelah makan siang, bis melaju ke Krisna. Suatu tempat perbelanjaan modern menjual barang-barang tradisional. Sempat terpikir tidak belanja di sini, karena ada pasar Sukowati yang akan kami kunjungi besoknya. Tapi saya ingat perkataan pak Yanto (teman guru di SMAN 1 Pacet) kalau berwisata, jika ada uang dan pengen beli, langsung beli saja. Di sini yang pertama saya beli adalah lukisan pesanan kakak ipar saya, yaitu lukisan penari Bali. Ukurannya 120 x 80 cm. Harganya lumayan paling murah dibanding lainnya yaitu 250 ribu. Setelah dari Krisna kami pergi ke pantai Kuta. Untuk berangkat dan pulang dari sana butuh perjuangan berebut shuttle car. Padahal di sana tidak beda jauh dengan Parangtritis Jogja. Di dalam shuttle car saya dikasih tahu pak Didin kalau di pasar Sukowati banyak lukisan yang jauh lebih murah. Sempat nyesel juga tapi ketika di pasar Sukowati lukisan penari Bali ukuran besar ternyata tidak ada. Wah gak jadi nyesel deh.

Pada hari Sabtu (27/6) kami mulai wisata ke museum Bajra Sandi. Yup, the building is very fantastic. Sebenarnya lebih bagus bangunannya daripada isinya. Tapi ya gak apa-apa lah untuk background foto. Dari sana kami berangkat ke pasar Sukowati Sempat bingung, soalnya tidak sama dengan pasar Sukowati yang saya kunjungi ketika SMA (tahun 1997) dulu. Ternyata yang saya kunjungi kali ini adalah pasar Sukowati 2. Ya, lebih rapi memang. Di sini saya beli kaos untuk keponakan, mainan buat anak saya, tas hape kulit unik buat ibu, salak madu buat dimakan sendiri, keluarga di menturo dan teman-teman SMAN 1 Pacet.

Setelah belanja habis-habisan kami pergi ke Bedugul. Di Bedugul saya shalat dulu. Di sini ada seorang Hindu buka toilet lalu ada space untuk shalat. Untuk shalat bayar 2000. Weleh...weleh.... Saya foto buat kenang-kenangan unik. Di sini saya berputar-putar danau dengan Pak Bas sekalian.

Dari Bedugul berangkat ke Pelabuhan Gilimanuk, dan alhamdulillah Shubuh tiba di rumah. Sebenarnya beberapa tempat lain yang kami kunjungi tetapi yang tidak saya ceritakan di sini hanya tempat makan dan shopping kecil-kecilan. Anyway, perjalanan ke Bali adalah hadiah terindah yang diberikan oleh MANSA KOTA untuk saya dan pak Dedi sekeluarga.

 

Penghargaan Tak Terlupakan

Pada hari Sabtu (20/6) MANSA KOTA mengadakan Haflah Akhirussanah (semacam perpisahan sekaligus wisuda alan MAN). Pada acara itu saya, pak Dedi dan bu Milda (3 GTT yang menjadi PNS di tempat lain) turut diundang. Ini adalah kedua kalinya saya mengikuti acara ini. Yang pertama tahun lalu saya masih GTT Bahasa Inggris, dan tahun ini saya sudah menjadi CPNS di SMAN 1 Pacet.

Melihat para siswa-siswi MANSA KOTA merupakan hal yang berharga bagi saya untuk saat ini, karena saya tidak bisa lag mengajar mereka. Saya akui, siswa-siswi MANSA KOTA sebandel apa pun sifat hormat kepada guru sangat sulit ditemukan di sekolah negeri lainnya.

Di akhir acara kami bertiga diminta berdiri di panggung. Saya diberi kehormatan untuk menyampaikan sepatah dua patah kata. Ingin menangis sebenarnya, tapi itu tidak boleh saya lakukan, karena ini sudah jalan hidup kami bertiga. Kami menjadi guru yang berkualitas tidak lepas dari apa yang kami terima di MANSA KOTA. Saya juga meminta maaf apabila ada kesalahan yang kami lakukan selama ini. Saya berpesan juga apa yang baik dari kami untuk MANSA KOTA supaya dijaga, karena kami dulu pernah di sini. Setelah saya menyampaikan rasa terima kasih atas didikan yang diberikan MANSA KOTA kepada kami bertiga. Pak Wahid memberikan bingkisan untuk kami, lalu Ela (mewakili siswa) memberikan bingkisan juga kepada kami.

Alhamdulillah, ada sekitar 4 bingkisan yang kami terima. Sungguh suatu kenang-kenangan yang sulit saya sangka. Diantara kenang-kenangan itu terdapat bingkisan dari kelas X-A. Di dalamnya terdapat sebuah buku dan sekitar 40 lembar kertas yang masing-masing lembarnya adalah surat dari siswa kelas X-A untuk saya. Membaca surat-surat itu sungguh membuat saya benar-benar menjadi guru untuk mereka.

Terima kasih teman-teman tercintaku di MANSA KOTA. Terima kasih murid-muridku tersayang di MANSA KOTA.

 

Email dari Pembaca

Sepulang dari Bali saya membuka email dan ada email dari BT World untuk komentar. Akan tetapi saya menganggap lebih baik saya tampilkan di sini. Ini isi emailnya.

Selamat ya atas prestasi MAN 1 Kota mojokerto yang telah berhasil menjawab tantangan uan 2009 ini.. walaupun masih ada yang belum berhasil, tapi secara keseluruhan man 1 kota mojokerto sudah mampu memberikan bukti yang nyata untuk masyarakat luas dengan prestasi yang gemilang tahun ini. jadi, semoga pada pendaftaran siswa baru 2009/2010 Man 1 kota mojokerto mendapatkan banyak animo dari masyarakat untuk mendaftarkan diri untuk melanjutkan sekolah dari smp ataupun mts ke sekolah yang bagus dan berprestasi, yaitu MAN 1 KOTA MOJOKERTO.

 

Pesan Dari Kakak Kelas

untuk adik - adik pengurus osis MAN 1 Kota Mojokerto...
Tetep Semangat donk......!!!!
tugasmu masih panjang dan berat untuk menjunjung tinggi nama baik sekolah kalian..
saya bayu, dari alumni pengurus osis sma negeri 1 pacitan berharap,
semoga dengan kepengurusan kalian yang telah DIPERCAYA oleh sekolah mampu memberi arti tersendiri dan kenangan terindah buat sekolah kalian tercinta. persembahkan prestasi yang terbaik dan prestasi yang membanggakan hanya untuk Man 1 Kota Mojokerto...!!!!!
kakak tahu itu sangat berat dan pastinya akan banyak mengorbankan tenaga,waktu, dan semuanya lah.. tapi jika adik - adik mau menjadikan moto kami sepeti yang dibawah sebagai semangat kalian, maka saya akan sangat senang krn dapat membantu kalian..

"WALAUPUN SAAT INI KAMI SUSAH PAYAH DALAM BEKERJA MENJADI PENGURUS OSIS,TAPI KAMI YAKIN...
KAMI TELAH MEMBERIKAN YANG TERBAIK UNTUK NAMA SEKOLAH KAMI,UNTUK DIKENANG PADA HARI ESOK MAUPUN HARI YANG AKAN DATANG."

 

KEMATIAN ITU PERINGATAN

Sekitar jam 21:00 tadi saya membaca sms dari Pak Solikin yang isinya kenapa Allah cepat memanggil orang sebaik Pak Tihin. HP saya taruh. Sungguh berat untuk membalasnya. Karena bagi saya kematian Pak Tihin yang cepat dan tragis adalah pukulan berat bagi saya. Pak Tihin bukanlah teman seakrab Pak Ari ketika di MANSA bagi saya. Pak Tihin bukanlah teman sepenting Pak Wahid, Pak Solikin, Abah Rofik, Pak Bas, atau Pak Ali ketika di MANSA. Tapi Pak Tihin adalah teman yang kematiannya sangat membantu saya untuk segera bertaubat.
Kematiannya mengingatkan bahwa maut itu sangat dekat dan tidak terduga. Kematiannya memastikan bahwa kematian itu PASTI datang kepada setiap jiwa. Kematiannya mengingatkan bahwa masih banyak dosa yang saya pikul. Kematiannya mengingatkan saya bahwa masih banyak pahala yang saya buang. Kematiannya mengingatkan saya akan murka Allah ta’ala bila mengahadap-Nya dengan penuh dosa. Kematiannya mengingatkan saya akan alam kubur yang saya juga pasti ke sana.
Kita harus menyadari bahwa semua takdir telah ditetapkan sebelumnya. Allah azza wa jalla berfirman yang artinya:

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.” (Al Hadiid, 57:22)
Dalam ayat berikutnya:
“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput darimu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (Al Hadiid, 57:23)

Dari situ saya hanya dapat berdoa:
Ya Allah, Engkaulah Penguasa jiwa ini
Engkaulah yang Maha Mengetahui apa yang aku lakukan
Engkaulah Dzat satu-satunya tempat aku memohon

Sungguh, jiwaku terasa sesak ingat dosa
Jiwaku terasa sempit ingat siksa-Mu
Bergunung dosa yang aku lakukan, Ya Allah
Ampunilah aku
Engkaulah yang Maha Pengampun

Aku tidak layak meminta
Tapi hanya Engkaulah tempat aku meminta
Ampunilah dosaku
Wafatkanlah aku secara khusnul khotimah
Jagalah seluruh keluargaku
Bimbinglah mereka ke jalan-Mu yang lurus
Jauhkanlah kami dari neraka-Mu
Hindarkanlah kmai dari semua adzab-Mu yang pedih
Allahumma inni as-alukal jannah wa a’udzubika minan-naar
Kedungmaling, 25 April 2009. 00:10.

 

SEBUAH KEMATIAN

Bulan April 2009 merupakan bulan ujian bagi keluarga besar MAN 1 Kota Mojokerto. Pada awal bulan Saya dan Bu Milda harus mulai aktif menjadi CPNS di sekolah kami masing-masing. Saya harus mulai bertugas di SMAN 1 Pacet, sedangkan Bu Milda di SMKN 2 Jombang. Sedangkan Pak Dedi tinggal menghitung hari untuk bertugas di Kediri. Saya harus meninggalkan para siswa yang seharusnya momen akhir untuk menghantarkan mereka ke gerbang ujian nasional. Pada pertengahan bulan, siswa kelas XII MAN 1 Kota Mojokerto mengikuti Ujian Nasional yang untuk pertama kalinya harus bisa menembus nilai rata-rata 5,25 dari enam mata pelajaran. Padahal untuk tahun lalu yang tiga mata pelajaran dan nilai rata-rata cuman 5,0 saja ada dua siswa tidak lulus.
Ujian lebih berat lagi terjadi pada hari ini, Jumat 24 April 2009. Sekitar pukul 15.30 HP saya menerima beberapa SMS dari guru-guru MANSA KOTA yang bunyinya hampir sama: “Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Pada hari ini Pak Tihin meninggal dunia karena kecelakaan.”
Sungguh langsung bergetar diri saya. Langsung terbayang raut wajahnya. Senyuman dan sapaan yang selalu dia berikan kepada para rekannya. Sepeda motornya yang khas dengan logo PRAMUKA dan raungannya dapat terdengar walaupun saya waktu itu duduk di dalam kantor. Teringat ketika datang ke rumah malam-malam minta diterapi bersama Pak Giatno sama-sama pakai sarung karena menyiapkan acara di MANSA KOTA untuk keesokan harinya. Teringat juga ketika dia minta tolong saya untuk melihat emaknya yang habis jatuh. Entah, biasanya saya paling malas untuk dimintai menerapi ke rumah. Tapi waktu itu saya dengan cepat menyetujuinya. Kami berboncengan ke rumahnya. Saya tetap berusaha nerapi emaknya walaupun dalam hati saya menilai kondisinya sudah sulit disembuhkan. Saya melihat waktu itu dia sangat bersemangat memegang emaknya dan berusaha menghibur supaya cepat sembuh. Dia sangat bangga bisa membawa saya untuk menerapi emaknya. Sangat terlihat di wajahnya. Sehingga waktu itu sampai saat Pak Tihin meninggal saya tidak tega mengatakan bahwa emaknya sudah sulit disembuhkan. Waktu itu satu rupiah pun saya tidak menariknya. Sepulangnya saya dibosi makan kikil Ngabar yang katanya terkenal. Waktu itu adalah saat yang paling dekat antara saya dengan Pak Tihin.
Dalam perjalanan ke rumah duka saya berangkat bersama Pak Ari, Pak Hari, Pak Dedi, Pak Didin beserta ayahnya (Pak Zaenal). Kami sudah berusaha secepat mungkin. Sampai di sana sekitar jam 17.15 tapi apa daya untuk melihat jasadnya pun tidak ada yang sempat. Pak Solikin, Abah Rofik, Pak Giatno dan Pak Kosim S,Ag. yang datang lebih dulu saja sudah tidak sempat melihat jasadnya. Hanya Pak Didin yang sempat melihat ketika disemayamkan di rumah sakit di Mojosari, tempat Pak Tihin ditabrak. Pak Ari bercerita sempat ketemu terakhir di musholla MANSA. Pak Dedi cerita terakhir duduk bareng di musholla MANSA. Pak Solikin cerita besok rencananya menghitung headset Lab Bahasa MANSA. Semuanya tinggal kenangan terakhir. Tinggal di depan saya seonggok timbunan tanah membujur dari utara ke selatan dengan dua batu nisan di dua ujungnya dengan tulisan yang tertutupi tanah basah tapi masih bisa terbaca dengan jelas ‘TIHIN’.
INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI ROJI’UN.
Kedungmaling, 24 April 2009. 23:15

 

Kirim Beritamu


Saya sudah mulai dinas di SMAN 1 Pacet mulai 1 April 2009 lalu. Jadinya ndak memungkinkan untuk mendapat berita dari mansa. Bagi kalian yang ingin menulis di blog ini email ke: wirawan1979@gmail.com. Thanks for all.

 

Ulangan Kejujuran

Kemarin (16/3) saya mengadakan ulangan kejujuran di kelas X A. Saya bagikan satu lembar soal yang berisikan 8 nomor essay. Saya sebut ulangan kejujuran karena saya membuat para siswa sengaja duduk berdampingan. Saya bilang kepada mereka, "Silahkan mencontoh temannya, dengan begitu kalian semuanya rata mendapat nilai 40."Saya juga meninggalkan mereka, akan tetapi apabila saya menemukan satu anak saja mencontoh temannya maka ulangan saya anggap gagal. Maka mulailah saya menguji kejujuran mereka. Walhasil, dari pengintaian saya menemukan beberapa siswa mencontek temannya. Lalu sebelum bel istirahat sholat saya masuk kelas dan menyatakan ulangan gagal. Banyak siswa yang protes. Saya diam saja. Saya akan menyebutkan alasannya setelah masuk kembali. Setelah istirahat sholat selesai, saya kembali masuk kelas. Saya langsung mengkoreksi apa yang sudah dikerjakan siswa. Lalu saya tanyakan kepada siswa, "Ayo jujur, siapa yang mencontek?" Di luar dugaan beberapa siswa mengacungkan tangan. "Ya sudah terima kasih atas kejujurannya. Siapa yang tidak mencontek tapi dapat nilai di bawah 60?" Beberapa siswa mengangkat tangan mereka. Saya bilang, "Bagi siswa yang tidak mencontek tapi mendapat nilai di bawah 60, saya kasih hadiah menjadi 65." Hasil terakhir menunjukkan 10 siswa mencontek dari total 37 siswa pesert ulangan. Ke 10 siswa tersebut nilainya rata-rata di bawah 60 walaupun sudah mencontek.